Seperti pagi-pagi yang lain, kumandang adzan shubuh menggetarkan gendang telinga, memberi impuls kepada seorang muslim untuk segera membuka mata, menghadap kepada Tuhannya.
Aku segera membuka mata, mematikan notifikasi dari Noteku. Belum ingin segera beranjak, aku masih memutar badanku di atas kasur kotak dan empuk itu, ingin sekali menarik kembali selimut di pagi yang dingin itu, benar-benar dingin, tak sedingin biasanya. Aku kira Gresik sudah berubah menjadi Malang di musim Maba.
Ibu mengucapkan sebuah kata yang ampuh "Shubuh, Ra" lalu melanjutkannya dengan takbiratul ihram. Aku mulai menggerakkan setiap tulang punggungku, mencoba menyusun tulang-tulang belakang itu hingga ke posisi anatomis. Mataku melihat sebuah lampu indikator menyala dan saat itu pun aku menyadari bahwa ini bukan dinginnya Malang, mungkin aku rindu pada kota rantauku. Ibuku malam tadi menyalakan AC dan juga kipas, pantas saja suasana tidur malam tadi tak seperti biasanya.
Di tengah sholat ibuku, dengan sedikit mengeluh "dingin" aku beranjak ke kamarku, aku kini tak tidur sendiri, aku tidur di kamar orang tuaku sejak aku merantau di Malang dan hanya sehari pulang. Terutama kini aku wajib menemani ibuku tidur di kamarnya sejak ayah mendahului kami. Aku mulai mengganti pakaian tidur yang tidak diketahui kesuciannya, mungkin saja aku memproduksi saliva saat tidur dan menetes ke bajuku, atau mungkin darah nyamuk yang tak sengaja ku pukul malam tadi mengotori baju tidur itu. Masih disertai kedinginan yang belum habis dari kamar ibu, aku mulai memutar kran air, mencuci tangan, berkumur, sedikit membasuh mata, lalu berwudhu.
Sholat shubuh sudah kudirikan. Biasanya setelah itu aku mulai mendengar rekaman dari guru agamaku dan menuliskan terjemahan dari kitab yang akan dipelajari setiap jam 6 pagi. Tapi, aktivitas hari ini sedikit berbeda dengan pagi-pagi biasanya. Hari ini ngaji diliburkan karena guruku harus pergi ke suatu tempat selama beberapa hari. Tak ingin kembali tidur dan kehilangan berkah pagi hari, aku memandangi kamarku. Yah, kamar yang cukup kotor, sudah beberapa bulan mungkin bahkan setahun aku tidak menempati kamar itu, hanya tempat pakaian dan kadang aku gunakan untuk sholat saja agar masih tetap terjamah.
Masker kukenakan karena aku rasa tak kuat menahan debu yang masuk terperangkap di lubang hidung. Aku mulai dari kolong bawah kasur. Merasa itu sangat kotor, aku pun mengambil handscoon, tampilanku sudah mirip seperti saat mau praktikum, hanya saja aku tak memakai baju pelindung.
Di tengah-tengah sapuan tanganku terhadap debu-debu di kamar, aku mendengar speaker langgar berbunyi. Aku mencoba menebak "sepertinya ini berita duka, tapi siapa". Aku menyimak, memperhatikan setiap suku kata tapi tetap saja suaranya cukup samar, pemberi pengumuman sepertinya menyebut nama "Mad Chozin usia 60 tahun".
Aku mereka-reka. Usianya sama seperti ayahku, namanya seperti aku pernah dengar, tapi entah siapa, aku tak bisa menyambungkan sinaps untuk mendapat memori tentang nama itu.
Aku mereka-reka. Usianya sama seperti ayahku, namanya seperti aku pernah dengar, tapi entah siapa, aku tak bisa menyambungkan sinaps untuk mendapat memori tentang nama itu.
Aku mulai mengabaikan berita tadi. Hanya sempat mendoakan kepada si mayit lalu aku kembali ke urusanku. Hingga kakak sulungku muncul karena dia akan segera berangkat menuju rumah sakit. Kakakku seorang dokter, Izzuddin Syahbana namanya, tapi aku biasa memanggilnya Cak Yud. Aku mendengar sedikit percakapan ibuku dan kakakku, tapi kurang jelas. Hingga akhirnya ibu mendekati pintu kamarku dan berkata "Ra, kak Lajim meninggal dunia". Aku pun tersentak, kaget. Ternyata bukan Mad Chozin, tetapi Achmad Lazim.
Kak Lajim adalah tetanggaku di rumah lamaku yang sekarang dijadikan toko dan gudang. Sewaktu aku kecil, setiap hari libur aku selalu meminta untuk naik ke dokar milik Kak Lajim. Ia membawa anak-anak kecil berkeliling dengan ditemani alunan lagu anak-anak, abang tukang bakso adalah salah satu favoritku. Tak seperti anak-anak zaman sekarang yang berjalan-jalan menaiki kereta-kereta kecil dengan iringan musik dangdut yang sarat akan lirik-lirik yang menggoda dan jorok, tidak cocok sama sekali untuk anak kecil, sangat tidak mendidik.
Aku masih ingat bagaimana girangnya hatiku ketika rute jalan-jalan dengan kereta kuda waktu itu diganti. Biasanya hanya berputar di sekitar Manyar, tapi saat itu Kak Lajim membawa anak-anak kecil ini ke GKB yang saat itu masih belum seramai sekarang. Hanya membayar 1000 rupiah saat itu aku sudah bisa berjalan-jalan jauh (waktu itu aku menganggapnya jauh).
Ibuku belum bisa keluar untuk melayat karena masih dalam masa iddahnya, jadilah aku yang harus mewakili melayat menyampaikan bela sungkawa keluarga kami. Aku ikut tahlil dan menyaksikan jenazah Kak Lajim dibawa ke Masjid untuk disholati. Aku pun sempat mendengar cerita dari istri yang beliau tinggalkan. Beliau orang yang luar biasa, bahkan di akhir sebelum beliau sakit dan tak bisa kemana-mana, beliau memperjuangkan sholat berjama'ah. Saat itu istri beliau melarang beliau keluar karena alasan kesehatan beliau yang sangat menurun, namun beliau menolak "Dulu aku sholat di Masjid, sekarang turun di Musholla, masa sekarang mau ga ikut jama'ah, pahalanya cuma 1". Beliau tetap berangkat ke musholla, menaiki sepeda pancalnya. Dan saat itu terakhir beliau berjamaah, karena sepulang dari musholla, beliau jatuh dari sepedanya di jalan. Hingga akhirnya beliau sakit selama kurang lebih 1 bulan setelah jatuh itu dan diambil nyawanya hari ini, sekitar pukul 04.00 dini hari.
Selamat jalan "pangeran berkuda", semoga segala amal ibadahmu diterima. Mohon ampuni beliau Ya Allah.
Aaamiin
Aaamiin
Tertanda,
Penumpang dokarmu yang dulu kecil dan kini sudah dewasa.
Penumpang dokarmu yang dulu kecil dan kini sudah dewasa.
●●●
Akhir-akhir ini aku cukup aktif menulis, mungkin karena libur, aku jadi memiliki cukup waktu untuk mencurahkan segala sesuatu yang ada di pikiranku.
Mohon maaf kepada sahabatku, aku kemarin berkata bahwa postingan di blogku selanjutnya akan menceritakan mengenai "Bahira", namun berita duka ini membuatku belum bisa menuliskan "Bahira"ku.
Aku pun ingin menceritakan tentang pergolakan pikiranku akan karirku di masa depan dan tentang perubahanku saat ini. Tapi tunggu saja, aku akan segera membuatnya saat aku sempat.
Mohon maaf kepada sahabatku, aku kemarin berkata bahwa postingan di blogku selanjutnya akan menceritakan mengenai "Bahira", namun berita duka ini membuatku belum bisa menuliskan "Bahira"ku.
Aku pun ingin menceritakan tentang pergolakan pikiranku akan karirku di masa depan dan tentang perubahanku saat ini. Tapi tunggu saja, aku akan segera membuatnya saat aku sempat.
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar