Jumat, 25 September 2015

Sacrifice ; Selfless way to love

"Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar
Laa ilaha illallahu Allahu akbar"
Kumandang takbir sepanjang malam hingga menjelang sholat ied sungguh membuat suasana lebaran hajiku tahun ini meriah. Apa istimewanya? Bukankah setiap hari Ied pasti ada takbiran? Ya betul, tapi tahun ini berbeda karena tahun ini aku kembali merayakannya di rumah setelah 2 tahun di tanah rantau merayakan qurban di desa dan di kampus bersama teman-teman :')

Sholat Ied di Masjid Al-Amin, mendengarkan setiap kata dari khutbah yang disampaikan dengan penuh khidmat.
Menceritakan kisah seorang hamba yang masuk surga karena ia selalu berqurban setiap tahunnya. Dalam keadaan miskin, beliau bertekad untuk selalu berqurban setiap hari raya Iedul Adha dengan menabung setiap harinya, menyisihkan uangnya, bahkan mengesampingkan kebutuhannya agar bisa membeli hewan qurban. Hal ini ia lakukan karena kecintaannya kepada Allah SWT.
Hingga ketika beliau meninggal, seseorang ingin bertemu dengannya dalam mimpi. Setelah sholat 2 rakaat, orang tersebut tidur dalam keadaan telah berwudlu dan meminta Allah untuk memperlihatkan dalam mimpinya kondisi tuan miskin setelah meninggal.
Orang itupun bermimpi dia sedang dalam hari pembangkitan dan dilihatnya tuan miskin menaiki kendaraan yang indah dan kuat melewati shirathal mustaqim menuju surga. Mereka bercakap sebentar dan tuan miskin berkata bahwa Allah telah mengampuninya, yang dinaikinya adalah qurban-qurbannya selama ia hidup, dan yang menjadi tunggangannya adalah qurban pertamanya di dunia.
Khutbah pertama kemudian ditutup dengan motivasi dari khotib bahwa orang miskin saja mampu berqurban, bagaimana dengan kita yang sebenarnya berkecukupan?

Khutbah tersebut cukup menyentil dan aku pun merasa tersindir.
Ya memang aku belum memiliki penghasilan tetap, tapi bukankah seharusnya aku juga bisa seperti tuan miskin tadi?
Terlebih tahun ini ternyata keluargaku berqurban, semua anggota rumah ikut patungan untuk membeli seekor sapi, kecuali aku. Aku juga tak tahu kalau tahun ini kami berqurban. H-1 hari raya aku baru mendapat cerita dari kakakku kalau semua (kecuali aku) patungan untuk membeli hewan qurban. Semuanya tak direncanakan, kakakku berkata awalnya juga mengira bahwa kami tidak berqurban tahun ini, tapi tiba-tiba ibu memutuskan untuk berqurban seraya berkata "Dengan qurban pasti rezeki makin lancar, diganti sama Allah lebih banyak"
Semangat ibuku sudah kembali setelah ayah pergi. Ibu semakin bersemangat mencari rezeki, semakin percaya bahwa Allah sudah memplot rezeki untuk kami.

Sholat Ied dilanjut dengan makan bersama keluarga besar ibu dan menziarahi makam ayah. Hari itu pertama kalinya ibu mengunjungi makam ayah, air matanya langsung mengalir. Inilah bentuk cinta seorang istri. Masa iddahnya baru habis sekitar 10 hari yang lalu. Hidup bersama selama lebih dari 30 tahun, satu sama lain pasti sudah banyak berkurban, lika-liku kehidupan rumah tangga dijalani hingga ajal yang memisahkan.

●●●

"Waaah senang ya"
Aku mendengar suara itu tepat dari sampingku, Mbak Sila, pegawai setia dari kakakku ikut membantu proses pemotongan hewan di rumah kami. Dia sedang mengobrol dengan Mbakku.
"Aku belum pernah mbak pegang daging sebanyak ini, kalau di kampung biasanya ada orang qurban ya nggak ikut2an kayak gini"
"Ya Allah senengnya yaaa, makan daging setahun sekali"

(Deg) lagi-lagi aku mendapat sebuah peringatan, hingga aku berpikir "apa benar makan daging hanya setahun sekali? Betapa dzolimnya aku jika aku tak bersyukur padahal setiap hari aku bisa makan daging kapanpun aku ingin"

Aku berpura-pura tidak mendengar obrolan mereka dan terus melanjutkan pekerjaanku memisahkan daging-daging dari tulang di kaki-kaki sapi di depanku. Sesekali aku mengasah pisau yang mulai tak tajam sembri terus mengasah hati yang cukup tak peka terhadap sekitar. Capek memang, tapi melihat semangat tetangga-tetanggaku yang turut membantu, rasa lelah itu tak sebegitu terasa. Terlebih ketika melihat orang-orang yang datang berterima kasih senang karena mendapat satu kresek kecil daging untuk dibawa pulang.

Aktivitas pagi ini di akhiri dengan makan siang bersama tetangga-tetangga rumahku setelah kami cukup lelah berjuang bersama daging-daging dan tulang-tulangnya.

Dokumentasi hari ini aku lampirkan.
Semangat baru semakin membara.
Aku sedang merintis sebuah usaha bersama 4 orang temanku. Semoga usaha kami lancar dan diberi keberkahan.
Semoga hasil usaha itu bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa.
Aaamiin Ya Rabbal'alamin
Senang sekali jika kamu, yang membaca tulisan ini, juga bersedia untuk mendoakan kami :)

Selamat hari raya Idul Adha, semoga tahun berikutnya kita diberi kesempatan untuk berqurban dan menunjukkan cinta kita kepada Allah. Aamiin
Sacrifice is a selfless way to love :)

Warmest regards,

Bahira