Jumat, 26 Februari 2016

Surat Pertama untuk Ayah

Assalamu'alaikum, ayah.
Yah, sudah hampir satu tahun.
Waktu berlalu begitu cepat semenjak kepergianmu.
Semoga Allah senantiasa memberikan ampunan-Nya pada ayah.

Yah, apa ayah ingat?
Dulu ayah selalu menceritakan anak-anak ayah kepada kerabat.
Yah, apa ayah ingat?
Dulu ayah begitu bahagia melihat kami mencapai sesuatu.

Setiap malam selalu kudengar suara kran airmu.
Kau basuhi rasa kantuk dan melakukan ritual rutinmu.
Terbangun sekitar pukul 3 dan terjaga hingga fajar merona.
Kau panjatkan doa-doa terbaikmu untuk kami, anak-anakmu.

Kini tak ada lagi lantunan doamu, yah.
"Semoga kamu sukses"
Doa terakhir dari ayah yang kudengar untukku.
Sepertinya ayah mengucapkannya dengan penuh keyakinan.
Dan memang benar, doa orang yang sedang sakit begitu mustajabah.

Aku sempat berfikir, apa ini semua sebab Allah mengabulkan doamu, yah?
Setelah kepergianmu, banyak sekali nikmat yang kurasakan.
Berupa berbagai pencapaian.
Meski dengan berbagai jerih payah, Allah selalu membayarnya dengan kebahagiaan tak tertara.
Bu dhe, pak dhe, selalu berandai-andai.
"Jika ayahmu masih ada, pasti senang sekali melihatmu"
Aku pun bertanya-tanya. "Apa benar ayah akan sebangga itu?"

Aku tidak tahu, yah, apakah Allah sedang mengujiku dengan kenikmatan.
Ataukah ini memang jawaban dari kumpulan doamu dan doa-doa terindah ibu.
Aku merasa, setelah kesedihan terdalam itu menimpaku, Allah malah mempermudah semua urusanku.

Allah begitu baik, yah.
Allah mengambilmu tetapi masih meninggalkan ibu di sisi kami.
Walaupun kini berkurang seseorang yang mendoakanku.
Tapi kulihat ibu semakin dekat kepada-Nya.
Doa-doanya mengalir begitu derasnya untuk anak-anakmu.
Dan aku berterima kasih, yah.
Karena ayah telah memilih ibu, sebagai ibu kami.
Perempuan yang begitu sabarnya berlaku.
Dengan semua kasih sayangnya, membesarkan kami.

Yah, nanti aku ujian.
Biasanya aku menelpon ibu dan ayah.
Tapi kali ini, hanya ibu.
Hanya ibu dan aku sangat bersyukur memiliki ibu seperti ibuku.
Karena doa-doanya selalu mengiringiku.

Sudah hampir shubuh, yah.
Anakmu pamit ya, yah.

Wassalamualaikum.

Love,

Bahira

Minggu, 21 Februari 2016

Begini Saja

Begini saja
Aku suka
Tak perlu terlalu sering kau menyapa
Tak perlu terlalu sering kau mengajak bercanda

Begini saja
Aku sangat suka
Tanpa berkirim kata
Tanpa bertatap muka

Begini saja
Aku lebih suka
Kau disana menggapai cita-cita
Dan aku disini pun berusaha

Begini saja
Aku sudah bahagia
Melihat semangatmu membara
Mencapai setiap asa

Aku sudah mulai rela
Aku sudah terbiasa
Kau tak harus kembali menyapa
Begini saja, aku lebih bahagia

Hatiku sama sekali tak terluka
Karena tanpa hadirmu, aku bisa lebih dekat pada Sang Pencipta
Hatiku tak lagi merana
Karena ku yakin kau berada dalam genggaman doa

Dan aku harap padamu
Kita tetap begini saja
Tidak perlu saling menunggu
Karena belum saatnya kita berbagi rasa

Aku pun tak tahu bagaimana nantinya
Tapi aku berharap Tuhan memiliki rencana yang sama
Dan kalaupun tidak, aku rasa kita tetap bahagia
Jika saat ini kita sudah terbiasa, untuk tetap begini saja

Kamis, 11 Februari 2016

Jarak

Kita duduk di tepi pantai
Diiringi petikan gitar tanpa dawai
Kadang ombak mendekatkan
Terkadang pula memisahkan

Tak ada daya
Tapi kita punya asa
Duduk bersama hingga petang
Untuk menikmati tebaran bintang
Mungkin bukan sekarang
Tapi di masa depan

Sekarang biarkan saja ombak berlaku apa
Ia menghempaskanmu ke sana
Dan meninggalkanku di sini
Ku yakin hatimu tak akan pergi

Biarlah jarak ini
Membuat kita menyadari
Bagaimana sesungguhnya isi hati
Tanpa nafsu, melainkan nurani

-Pasir di tepi pantai-