Selasa, 28 Juli 2015

Mengejar dunia untuk akhirat?

"Memangnya bisa mengejar dunia untuk akhirat?"
Pikiran dan nuraniku sulit sekali berjalan beriringan dan sepakat akan hal ini.

Semangatku pun sama seperti iman, yazid wa yankus, turun-naik-turun-naik.

Siapa saja boleh bercita-cita, termasuk seorang perempuan berusia 20 tahun yang menulis tulisan ini.

Jika aku diminta memilih antara dunia dan akhirat, aku pasti menjawab aku ingin meraih keduanya, menggeggam keduanya.
Tapi, aku hanya manusia biasa yang tak punya daya dan upaya kecuali jika Tuhanku Yang Mahakuasa memberinya.

Aku pernah sangat bersemangat dalam membuat rencana hidup setelah membaca beberapa buku motivasi. Aku sangat bergairah untuk mendapat dunia dan tetap meraih keindahan abadi di kehidupan akhir yang sesungguhnya nanti.

Aku tidak akan menceritakan planning itu di tulisan ini karena aku rasa akan terlalu panjang, biar nanti aku ceritakan di postingan lain di lain kesempatan jika Allah Ta'ala masih memberiku kesempatan.

Aku mulai mengikuti beberapa organisasi untuk mengembangkan diriku, aku berharap aku bisa berkembang pesat hingga melejit dan nantinya aku bisa meraih segala macam cita-cita mulia yang didambakan hati kecil dan pikiranku yang saat itu sepakat untuk mengejarnya.

Tapi rupanya diri ini bagai kapal di tengah lautan. Air tak kan pernah berhenti bergerak. Setenang apapun ombaknya, kapal akan terus bergoyang mengikuti gerakan air laut. Sepertinya itulah aku. Kecil di tengah laut, mudah sekali terombang ambing.

Jika aku berada di tempatku menimba ilmu dunia, aku begitu optimis bisa mencapainya, tapi ketika aku pulang ke tempat asalku, mendalami ajaran agamaku, justru aku semakin tak bersemangat mengejar dunia. "kenapa aku tidak fokus saja dengan akhiratku? Untuk apa aku mengejar dunia? Memang sukses di dunia dibawa mati? Bukannya yang paling dinanti dalam hidup adalah ucapan Laa ilaha illallah sebelum nyawa ini benar-benar dicabut dari raga?"

Apakah semua harapanku hanya nafsu? Dan apakah aku mendapat siraman air ketika aku mendalami agamaku sehingga api itu mulai padam? Entahlah aku pun tak memahami sebenarnya apa yang terjadi dalam diriku.
Mungkin engkau yang membaca ini pun bingung dan menganggapku aneh. Tapi aku benar-benar tak tahu apa jawaban dari pertanyaan pertanyaanku.

Aku kehilangan semangatku yang berapi-api untuk mengejar mimpi yang kurangkai sendiri. Aku sempat berfikir, saat nanti waktunya tiba, aku akan mengakhiri kontribusiku di organisasi yang menurutku bisa menjadikanku berkembang meraih dunia untuk menjemput akhirat, kemudian berfokus berbakti ke orang tua, menyelesaikan studi pendidikan dokterku, dan rajin mengikuti kajian. Tapi aku takut pikiran ini hanya sebatas kejenuhanku saja terhadap rutinitas organisasi.

Dunia dan akhirat bagaikan minyak dan air, mereka dapat disatukan dengan membuat emulsi menggunakan sabun. Tapi, aku belum memiliki sabun itu. Dimana aku bisa mendapatkannya? Aku bisa membelinya? Jika iya, apa yang harus aku korbankan? Jika tidak, apa yang harus aku lakukan?

Seharusnya aku sholat, bukan malah menulis di blog. CMIIW.
Tapi aku tak diizinkan sholat saat ini. Mungkin mengingat Allah akan lebih melegakan dibanding dengan menulis blog ini. Tapi, jika kau punya saran dan pendapat mengenai hal ini, aku sangat welcome untuk berbagi, chat saja @bahiraa di LINE atau nbahiratul@gmail.com

Trims,

Bahira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar