Selasa, 18 Maret 2014

Bintang Malamku

Basah.
Kulihat rambutmu terurai sedikit basah. Sepertinya efek terkena hujan sore menjelang malam tadi.
Kupandangi sejenak tanpa bisa berkata-kata.
Entah apa yang terjadi. Tiba-tiba saja kau datang menyapaku dari samping.
Dan seketika kau mengajakku berjalan menuju ujung jalan.
"Kata seorang bapak, di ujung sana ada tempat makan"
Kau terus berjalan dan aku mengikutimu dari belakang.

Sepertinya laki-laki ini benar-benar ingin membuktikan apakah penyebab hilangnya nafsu makanku adalah dirinya.
Benar saja, setiap aku pergi bersamanya, aku tak pernah bisa menghabiskan makananku.
Perutku terasa mual. Bukan perkara menjaga citra diri di depan orang yang kusuka.
Tapi sungguh, semua itu terjadi begitu saja.
Aku beralasan semua itu karena asam lambungku yang meningkat akibat terlambat makan, tapi kau tetap tak percaya.

Aku masih cukup tertegun antara rasa bahagia karena kedatanganmu dan ketidakmampuanku menerjemahkan pertanda Tuhan ini.
Kukira kau takkan datang. Tapi ternyata dugaanku salah besar.
Kubiarkan langkah kakiku mengikutimu, perlahan memasuki sebuah gang kecil.
Terdapat beberapa kursi dan meja kayu berjajar. Namun sudah cukup lengang.
Kau mendekat ke sebuah bilik kecil untuk bertanya sesuatu.

"Mas, nasinya habis"
Begitulah yang aku dengar tak lama setelah kau berbicara pada seorang ibu penjaga warung.

Sebentar kita berdiskusi hingga akhirnya kita pun memutuskan untuk duduk saja.
Ya hanya duduk dan berbicara di alun-alun.
Kau duduk lebih awal. Dan aku masih saja kaku berdiri.
Aku bingung.
Aku salah tingkah.
Untuk duduk saja aku sedikit melamun.

Kupandangi langit, sedikit sekali bintang-bintang.
Gelap. Mungkin karena mendung yang tak kunjung beranjak.
 Angin malam tak terlalu menyergap tulang. Tapi aku merasa kaku.
"Bagaimana ujianmu?" kau memecah keheningan.
Dan aku hanya tersenyum.
Tak banyak yang kita bicarakan, sungguh aku tidak tahu harus berkata apa.
Aku masih sedikit dingin, terbawa suasana pembicaraan kita di pesan singkat sore tadi.
"Ini, coklat, ibuku membelinya cukup banyak"
Tiba-tiba saja kau mengeluarkan cukup banyak makanan.
Coklat, kurma, dodol, kacang arab, dan banyak lagi. Semuanya adalah oleh-oleh dari ibumu.
Aku senang, ya, aku sangat senang. Yes!
Makanan selalu bisa membuatku senang.
Tak lama setelah menikmati beberapa butir kacang arab di bawah cahaya bulan yang hampir tak nampak, adzan pun memanggil kita.

"Sekarang kita sholat, nanti kita makan ya setelah ini" katamu lembut padaku
Aku sadar aku lapar, ya aku sangat lapar.
Aku mengangguk saja, kemudian mengikutimu menuju Masjid untuk sholat berjamaah

-o-o-o-o-o-

Kembali kulangkahkan kaki menuju pelataran Masjid Jami' ini.
Dari belakang aku melihatmu. Aku sudah bisa menduga itu kamu.
Aku sangat mudah menghafal postur tubuh seseorang.
Duduk di atas motor barumu. Entah bagaimana, kau tampak lebih keren dari biasanya.
"Kita makan di dekat kosmu ya"
"Kosmu?" sahutku
"Kosmu"
"Kosku?" Kita saling memberi isyarat dengan jari.
Kau mengangguk.
"Baiklah" sedikit kuberikan petunjuk kepadamu tentang tempat makan yang kurekomendasikan.
Kau pun segera melesat duluan dengan kendaraanmu.

Aku masih tidak percaya malam ini benar-benar terjadi.
Kunaiki pula motor kesayanganku yang selalu menemaniku pergi kala sedih maupun bahagia.

-o-o-o-o-o-

Tempat makan ini dihiasi cahaya lampu warna kuning.
Membuatnya tidak terlalu terang, namun cukup nyaman untuk digunakan menghabiskan waktu.
Aku memilih lantai 2 dengan udara terbuka di sekitar.
Dari sini aku dapat melihat lalu lalang kendaraan di jalanan sekaligus merasakan hembusan angin malam

Tak lama kau pun muncul. Berusaha mengageti, namun aku tak terkejut sama sekali.
Sedikit kecewa, itulah yang aku lihat dari ekspresimu.
"Lucu sekali" batinku.
Kau pun segera memposisikan dirimu, duduk berhadapan denganku.
Kali ini sudah tak sekaku yang tadi. Aku bahkan merebut menu makanan yang sedang kau baca.
Kamu pun mengalah saja.

Perutku pedih, entahlah sepertinya penyakit lambungku kambuh.
Tapi aku pun tak tahu bagaimana malam ini aku bisa bertahan hingga akhir.
Sepertinya melihat senyumanmu adalah salah satu obat antinyeri yang cukup mujarab bagiku.


Kita makan, saling memandang, dan berbagi cerita.
Menceritakan harimu, hariku, berbicara ngalor-ngidul, berdiskusi berbagai hal mulai masalah gigi hingga percintaan, permasalahan regional hingga negeri seberang.
Malam ini terasa begitu nyaman.
Beberapa kali mata kita bertatapan.
Kau tersenyum begitu manis.
Mengangkat kedua tanganmu yang mengepal seraya berkata "semangat ya"
"ah, manis sekali" batinku, itulah bagian paling kusuka malam ini.

Bahkan tanpa taburan bintang di langit pun, kau tetap bisa menyinari malamku.
Malam ini. Hanya malam ini. Momen seperti ini sangat jarang terjadi.
Kunikmati saja, raut wajahmu, lengkung senyummu, dan cerita-ceritamu.
Sesekali aku yang heboh menceritakan hal-hal yang menarik bagiku.
Sesekali aku mengernyitkan muka karena menahan sakit perutku.
Tapi semua itu tak jadi masalah.
Malam ini aku bersamamu.
Menghabiskan waktu dengan bintang malamku.
Entah bagaimana, sepertinya ini lah senyum terindahmu yang pernah kulihat.
Lebih indah dari taburan lampu yang dilihat dari pegunungan di malam hari.

Aku semakin sadar.
Aku menyukaimu.
Aku mengagumimu.
Kurasa, aku mencintaimu.
Apakah ini yang namanya kasmaran?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar