Minggu, 27 Desember 2015

Sepertinya Papa Cemburu

"Pa, jemput ya pa jam 3 sore. Makasih papa"
●●●
"Dimana anak ini"
"Pak, apa bapak melihat siswi kelas X bernama Nia?" Mungkin begitulah kira-kira saat papa bertanya pada satpam sekolah karena tak kunjung menemukanku setelah menunggu dari jam 3 sore hingga lebih dari jam 5 sore.
Ponselku kehabisan batere.
Aku juga lupa tak memberi tahu papa kalau tiba-tiba aku ada latian teater.
Aku yakin papa pasti begitu khawatir.
Tapi aku terlalu asyik dengan Kak Dimas hingga aku lupa jika papaku menjemputku.
Kak Dimas, kakak kelasku, dia begitu menawan, cerdas dan berparas menarik.
Akhir-akhir ini kami menjadi dekat dengan semakin seringnya latihan teater menjelang pentas.
Sore itu Kak Dimas menawarkan untuk mengantar aku pulang.
Gadis mana yang bisa menolak tawaran Kak Dimas? Kurasa hanya gadis abnormal saja yang mampu mengabaikannya.
Aku tiba di rumah dan membiarkan Kak Dimas pulang tanpa bertemu mama.
"Assalamu'alaikum, ma"
"Lho, kamu pulang sama siapa, nak? Papa mana?"
"Papa belum pulang, ma?"
"Tadi papa bilang jemput kamu. Mama kira kalian pergi makan dulu, jadi lama"
"Ma, tadi hpku lowbat. Coba mama telpon papa deh ma. Bilang aku udah pulang"
●●●
Semakin hari aku semakin sibuk dengan gadgetku.
Aku semakin intens berhubungan lewat chat online dengan Kak Dimas sampai-sampai aku yang biasanya selalu bertengkar dengan papa ketika kami memilih tempat makan, kali ini membiarkan papa membawa aku dan mama ke mana pun papa ingin.
Malam ini papa mengundang sepupu papa dan sepupuku untuk makan bersama kami di food carnival.
Aku masih saja sibuk dengan gadgetku hingga mama mulai pembicaraan mengenai Kak Dimas. Mama ingin menggodaku di depan sepupuku, Mbak Vina.
Aku malu-malu dan berusaha menampik hal-hal yang dikatakan mama.
Tapi tiba-tiba papa berkata "Iya, itu Vin. Minta jemput papanya, gak taunya pulang sama cowo. Giliran cowonya diminta masuk rumah ketemu papanya, dia ga berani"
Aku terdiam mendengar papa bercerita ke Mbak Vina.
Aku terus saja melihat papa bercerita dengan mukanya yang semakin merah padam, seperti marah.
"Kalo kayak gitu kan ga usah papa lagi ya. Biar aja tuh sama cowo barunya"
"Coba, Vin, kasih tau ke sepupumu ini, kasih nasehat harusnya dia seperti apa"
Papa terus saja bercerita dan menyampaikan semua uneg-uneg yang selama ini tak pernah papa ungkapkan.
Aku hanya diam, ingin sekali membela diri. Tapi untungnya Mbak Vina orang yang bijak menengahi papa dan aku.
Mbak Vina memahami betapa sayangnya papa pada anak perempuan semata wayangnya.
Mbak Vina pun menasehatiku dengan gayanya yang sama sekali tak menggangguku, tak terdengar seperti menggurui.
"Sepertinya papa kamu cemburu"
Satu kalimat Mbak Vina yang begitu membuatku sadar untuk kembali menjadi aku yang dulu, sebelum ada Kak Dimas dalam keseharianku.
Aku mengerti selama ini papa dan mama sangat menyayangiku. Tapi, papa begitu sulit mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Dan aku pun tidak peka terhadap perasaan papaku.
Aku sadar, selama ini aku cukup banyak berubah setelah mengenal Kak Dimas. Begitu banyak momen berharga bersama papa dan mama yang aku lewatkan hanya karena seorang Kak Dimas yang membuatku jatuh hati. Hingga aku lupa, bahwa aku punya orang-orang yang telah mencintaiku bahkan sebelum aku terlahir di dunia. Mereka yang mempersiapkan segalanya untuk masa depanku. Berkorban dengan sekuat tenaga dan segenap cinta untuk memberikan yang terbaik bagiku.
Aku menyadari bahwa Kak Dimas hanyalah remaja laki-laki yang baru saja masuk ke duniaku. Dan sesungguhnya, rasa sukanya padaku tak akan bisa mengalahkan cinta, kasih sayang, dan pengorbanan mama dan papaku.
●●●