Senin, 24 Agustus 2015

4 nilai, 2 pilar, banyak budaya, FKUB

-Religius, moralis, intelek, professional, kolegalitas, kepemimpinan-

Selamat pagi,
Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Tak terasa sebentar lagi musim ospek.
Saya seorang mahasiswa tingkat tiga di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Sejak awal ospek, disini kami menyebutnya Probinmaba, saya makin jatuh hati dan merasa sangat beruntung Allah menakdirkan saya menuntut ilmu disini. Why? Kenapa? Kok bisa begitu? Bukankah ospek adalah hal yang menyebalkan? Ya memang, kebanyakan ospek di luaran sana sangat extreme dan dibumbuhi dengan perpeloncoan. Tapi disini sangat jauh berbeda, senioritas tetap ada namun dalam kemasan yang indah. Evaluasi, bentak membentak, dan hukuman diberikan dengan cara yang anggun. Kalau tidak percaya, kalian coba saja ospek di FKUB hehe.
Baiklah, langsung saja saya ceritakan. Salah satu hal yang paling saya sukai dari kehidupan di FKUB adalah budayanya. Sejak awal masuk kami dikenalkan dengan budaya SPMK (Standar Pakaian Mahasiswa Kesehatan). Awalnya memang terlihat seperti ribet "ih ribet, pake baju saja ga boleh gini gitu", tapi jika kamu coba mendalami esensinya, pasti kamu tak menemukan kerugian dibalik memakai SPMK, justru membuat kalian terlihat indah. Selain cara berpakaian yang diatur, kami juga ditanamkan dengan nilai-nilai kolegium (ini harus hafal di luar kepala). Ada 4 nilai kolegium yang tersusun secara hierarki namun semuanya harus dimiliki dalam taraf yang sama. Religius, moralis, intelek, profesional. Nilai religius menjadi hal yang paling utama, tapi tetap tak mengesampingkan nilai-nilai lainnya. Semuanya sama penting dan sebisa mungkin dimiliki setiap orang, saya rasa bukan hanya mahasiswa FKUB. Susah memang, tapi paling tidak kita berusaha. Dalam probinmaba kami juga dikenalkan dengan pilar pembinaan yaitu kolegalitas dan kepemimpinan. Ke enam sifat ini tak bisa begitu saja dimiliki seseorang, melainkan memang harus dibiasakan dan dibentuk. Dalam prosesnya mungkin berat, tapi jika sudah bisa menjalaninya, pasti akan baik. Tak hanya itu, kami juga dikenalkan dengan budaya 5S no S. 5 S, Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun. Lalu no S ? NO SMOKING yah kita kan calon tenaga kesehatan yang kampanye anti rokok, mana boleh kita sendiri merokok. Sejak pulang ospek, saya jadi manggut-manggut kalo ketemu orang di jalan, kebiasaan di FKUB hehehehe.
Semua hal positif ditanamkan dalam rangkaian probinmaba yang berlangsung kurang lebih selama 1 tahun. Saya ingin berpesan pada adik-adik Maba, jangan pernah mengeluh. Kalian harusnya bersyukur karena kakak-kakak kalian telah berjuang mati-matian mempersiapkan ospek kalian. Pikiran, tenaga, perasaan, kantong dan semuanya diperas. Mereka memperjuangkan kebaikan kalian, mereka bela-belain ngabisin waktu libur mereka di kampus, demi kalian, jangan sia-siakan. Tugas-tugas yang diberikan pada kalian semuanya memiliki esensi. Saya hanya mahasiswa biasa, bukan bagian dari panitia ospek, tapi saya sangat miris jika ada orang tua / wali mahasiswa yang memprotes ospek di tempat kami. Saya bingung, apakah mereka tidak ingin anaknya tumbuh menjadi insan yang baik? Apakah mereka benar-benar terlalu sayang pada anak mereka hingga menginginkan segala kemudahan bagi anak mereka yang justru nantinya dapat menjerumuskan anak mereka kenjurang kemanjaan dan kelemahan? Kadang mereka berdalih tugas-tugas ospek mengganggu waktu belajar. Ayolah, mereka sedang dididik mengatur waktu, mereka sedang dibiasakan dengan kehidupan tenaga kesehatan yang nantinya akan jauh lebih keras dan menghabiskan banyak waktu. Toh disini mereka juga diperlakukan sangat manusiawi. Ayolah, orang hebat ga dibentuk dengan santai-santai, leyeh-leyeh, ketawa-ketiwi.
Sekian, mohon maaf bila ada yang kurang berkenan.
Terima kasih juga untuk kakak-kakak tingkatku yang baik hatinya ♡
Wassalam

Regards,
Bahira

*Sumber gambar : OFFICIAL LINE BEM FKUB

Sabtu, 08 Agustus 2015

Ini bukan hijrah

Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Ukhtifillah,
Hmm baru pertama kali ini aku mencoba menggunakan kata itu.
Kurasa aku kurang pantas menyebutnya dengan lisanku. Hehe

Baiklah, hai sis :D

Aku ingin sedikit-banyak berbagi kisah, tentang hidayah dan taufiq.
Aku tak ingin menyebutnya sebagai "hijrah", karena kata-kata itu terlalu luar biasa dalam persepsiku.

Hidayah-
Ramadhan kali ini jauh berbeda dengan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, terutama beberapa tahun terakhir ini.
Tahun lalu, aku menghabiskan hampir 1 bulan ramadhan di kos, karena aku harus menempuh ujian dan semester pendek.
Tahun ini, hanya sekitar 3 hari di awal ramadhan yang aku lalui di kos.
Berkat rahmat Allah, aku mendapat nilai yang bagiku sendiri tak pantas ku dapat. Tapi memang rencana Allah lebih indah.
Dengan nilai itu, aku tak perlu menjalani semester pendek di tengah ramadhan. Aku bisa menghabiskan waktuku di rumah, membantu ibuku. Bedanya, tahun ini pertama kalinya aku melalui ramadhan tanpa ayah, ibu pun masih dalam masa iddah, sehingga belum bisa keluar untuk menjaga toko. Jadilah anak-anaknya berjuang bersama, mengompakkan diri membantu ibu.

Ramadhan kali ini aktivitasku cukup padat, aku tak bisa mengisi waktu-waktuku dengan ibadah sunnah, karena aku cukup lelah.
"Betapa sedihnya, ramadhan hanya datang 1 kali dalam setahun, belum tentu juga aku bertemu lagi tahun depan, tapi kenapa amalanku semakin menurun?"
Aku berpikir sendiri dan menemukan jawabannya.
"It's ok. You are doing right things kok, Ra. Kamu mendahulukan kewajiban membantu ibumu."
Pembelaan diri yang kulakukan hehe.
Selain membantu ibu, aku mengisi waktu pagiku untuk belajar agama di rumah kerabat yang sekaligus menjadi guruku.

"Aurat wanita itu seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan"
Ku rasa hampir semua perempuan muslim tahu akan hal ini. Tapi aku pun terkadang selalu punya pembelaan terhadap diriku untuk tak menutupnya dengan sempurna.

"Oleh karena itu, lengan sampai pergelangan tangan perempuan juga termasuk aurat, sebaiknya para perempuan memakai manset agar jika bergerak, lengan bajunya tidak tersingkap, dan aurat tetap dapat terjaga"
Ini pun, aku sudah beberapa kali mendengar. Tapi sepertinya hanya lewat telinga saja.
Hidayah ini tidak merasuk ke hati.

"Kaki perempuan juga aurat, maka dari itu hendaknya perempuan menutupnya, dengan kaos kaki misalnya"
Kalau yang ini, biasaya aku hanya memakai kaos kaki saat kuliah.

Ramadhanku terus saja berjalan dengan aktivitas-aktivitas yang telah ku uraikan. Aku, memang memakai kaos kaki ketika hendak berangkat ke toko atau kemanapun jika memakai motor. Why? Karena Gresik (tempat tinggalku) panas.
Itu memang alasan yang tak bernilai sama sekali. Tapi dulu aku melakukannya.

Hingga suatu ketika, tiba-tiba hidayah menelisik ke dalam hatiku.
Aku teringat akan sebuah tulisan yang pernah aku baca.
"Selangkah saja perempuan keluar rumah dengan membuka aurat, maka selangkah pula ayahnya terseret ke dalam neraka"
Ngeri bukan? Tapi dulu aku tak menggubrisnya.
Tapi entah kenapa semenjak ayah meninggal aku selalu menjadi perempuan yang mellow dan mudah galau, but I'm trying to be stronger.

Suatu ketika, selesai aku dan kakakku mengkaji agama, aku mencium tangan Budeku, yang merupakan ibu dari guruku sekaligus kakak dari Ibuku.
"Enak yo ayahmu, anak-e nurut-nurut kabeh ngene, wes tenang"
Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia maksud Bude adalah sekarang ayahku tenang di sana, karena anak-anaknya mau belajar ilmu agama dan penurut.
Entah kenapa kalimat itu begitu menusuk, tapi tak sakit.
Aku membayangkan bagaimana jika ayahku disiksa karena kesalahanku?

Aku pun teringat materi ceramah yang kusampaikan saat SMA (aku bukan penceramah, hanya sebatas tugas dari guru PAI).
Seorang wanita akan dipertaggungjawabkan oleh 4 laki-laki, ayahnya, suaminya, anaknya, saudara laki-lakinya.

Sepertinya Allah menancapkan hidaya ke qalbku.
Tapi apalah diri ini jika tak mendapat sokongan taufiqNya.

Taufiq-
Aku mulai membulatkan tekad. "Aku harus menutup kaki"
Karena hampir setiap hari aku pergi ke Pusat Grosir Surabaya untuk membeli keperluan toko, aku yang kebetulan mampir di toko kaos kaki pun tanpa pikir panjang meminta kakak perempuanku untuk membelikan setengah lusin kaos kaki warna coklat yang sedikit tebal. Harganya jelas lebih murah, karena aku membelinya grosir hehehe

Pagi-siang-malam, aku coba mengistiqomahkan diri untuk selalu memakai kaos kaki.
Beberapa kali ibuku bertanya tentang sikapku, aku belum berani berkata kebenarannya, aku hanya menjawab "biar ga gosong, bu. Pakai kaos kaki"
Tapi suatu ketika, ibuku melihatku memakainya di malam hari. Ibu pun langsung saja bertanya.
Entah, sepertinya Allah mengirimkan sebuah kekuatan padaku.
"Iya, Bu. Aurat" hanya dengan jawaban singkatku, ibuku diam dan sedikit tersenyum.

Perjalanan ini tak secepat itu. Aku belum berani memakai manset tangan, selanjutnya kita sebut saja handsock ya biar keren. Hihi

Aku hanya menimang-nimang handsock yang ada di toko. Perlu di ketahui, tokoku menjual keperluan sehari-hari, kaos kaki dan handsock pun ada, jadi jika aku perlu, tinggal ambil dan lapor ibu. Tapi kemudahan itu pun tak membuat aku sesegera mungkin memakainya. I don't know why. Mungkin seperti itulah hidayah tanpa taufiq.

Beberapa hari ini kakak laki-lakiku menjadi begitu cerewet dan bawel.
"Eh itu aurat" katanya ketika aku mengambilkan barang untuk pembeli sehingga lengan bawahku tersingkap.
Aku tak menggubrisnya, tapi memang nasihat itu perlu. Aku merasa mendapat dukungan terutama dari kakakku itu untuk menutup aurat sepenuhnya.

Aku memutar otakku lagi, mengaduk nuraniku. "Ini tinggal pakai, kamu ga perlu keluar uang lagi buat beli-beli di luar sana"
Butuh cukup waktu bagiku untuk menguatkan tekadku. Beberapa hari, 1 buah handsock mulai ku ambil dan ku pakai.

Aku mengutarakan niatanku itu di depan ibuku dan kakak perempuanku.
"Ga pake cadar sekalian?"
Aku diam dan menggelengkan kepala sambil tersenyum cengengesan ala anak bungsu.

Sudah hampir satu bulan aku sedikit berubah. Aku semakin percaya diri. Aku tidak tahu nanti bagaimana reaksi teman-temanku di kampus melihat sedikit perubahan ini. Tapi aku sangat berharap, apapun reaksinya, aku tetap akan istiqamah.

Untuk kawan yang juga sedang dilanda kebimbangan. Trust me. Jangan pernah ragu untuk berubah menjadi lebih baik :)
Aku mendapat ketenangan yang jaaaaauh lebih banyak dari sebelumnya.
Aku memang jauh dari sempurna. Tapi dengan perlahan melakukan perubahan menuju lebih baik, perubahan-perubahan lainnya akan mengikuti.

Menutup aurat tak perlu menunggu hatimu bersih sejernih air, tak perlu menunggu lisanmu selembut kapas, dan tak perlu menunggu tingkahmu seperti Puteri dan Ratu dalam Istana.
Yakin dan jadikanlah menutup aurat menjadi awal mula datangnya kebaikan dalam dirimu. Menambah rasa malumu. Semakin menjagamu.

Aku pun bukan perempuan yang sangat terjaga, diri ini masih penuh alpa. Tapi, tak ada yang salah dengan niatan dan usaha untuk menjadi lebih baik. Perlahan namun pasti menuju tujuan.
Tak usah berlari terlalu cepat. Karena aku takut, kita justru telalu cepat menjadi lelah, dan akhirnya berhenti.

Jika orang menghujat, yakinlah Allah akan menguatkan kita. :)

Dan bagi yang masih suka mengomentari orang. Tolong hargai. Hargai teman-temanmu yang ingin menjadi lebih baik. Bukankah menutup aurat itu menjalankan kewajiban agama? Ya. Kalian semua tahu itu. Lalu kenapa justru yang menutup aurat kalian pandang sebelah mata?

Sesungguhnya setiap apa yang seseorang kerjakan akan menjadi tanggung jawabnya sendiri. Dan apa yang kamu kerjakan akan menjadi tanggung jawabmu sendiri.

Wallahua'lam bisshowab.

Wassalamu'alaikum :)